Lama tidak posting tulisan di blog, alasannya apalagi
kalau bukan malas..hehehe. Kalau sudah begini, saya biasanya mentoleransi
kemalasan saya pada batas tertentu, daripada memaksakan ‘mood’ yang sedang tidak baik. Setelah itu, barulah saya kembali
kepada komitmen awal, sampai kapan mau dipelihara rasa malas *mumpung lagi
sadar.
Saat ini saya sedang giat-giatnya mencari ilmu untuk
pertumbuhan dan perkembangan Fatih, anak semata wayang. Mulai dari asupan
makanan, dan perkembangan fisik, motorik, psikologis dan sebagainya. Saya terus
cari ilmu, terutama di browsing di
internet, gabung di group yang berkaitan tentang kesehatan dan tumbuh kembang
anak hingga ikut group seputar pendidikan anak, seperti pendidikan rumah atau homeschooling/homeeducation.
Saat berselancar di dunia maya, saya tercengang dengan
ilmu-ilmu yang bertebaran dan berkembang di sana. Tambah tercengang *baca
kagum* lagi dengan capaian para orang tua dalam mendidik anaknya. Kok bisa ya
anaknya tumbuh hebat seperti itu, dikasih makan apa ya. Contoh anak-anak yang
membuat saya kagum adalah anak-anak ibu Septi Peni Wulandari, seorang ibu yang
berdomisili di Salatiga.
Enes, anak pertama ibu Septi sekarang kuliah di
Singapura, dia terpilih menjadi Young
Changemaker Ashoka
Foundation pada 2009, sebagai anak muda peduli sampah. Anak
kedua bernama Ara, memiliki proyek yang diberi nama MOO PROJECT yang
mengantarkan ia memenangkan Young Changemaker Ashoka Foundation 2008. Terakhir, anak
ketiga bernama Elan, yang menjadi ahli robot dan sibuk dengan aktifitas
magangnya agar tertular virus orang pintar.
(Fatih dan obsesinya dengan mobil)
Pikiran dan
ucapan saya pertama, subhanallah..hebatnya. Semua anaknya menempuh jalur home education lho *virus pendidikan
rumah ini tengah meracuni saya*. Kok bisa ya? Setelah saya menyimak lebih
lanjut, kuncinya adalah keteladanan orang tua. Ibu Septi memang bukan ibu rumah
tangga biasa, dia penggerak berbagai komunitas, dia pencipta berbagai macam
model pembelajaran, pantaslah kalau anaknya pun tumbuh dan berkembang dengan
baik dan hebat. Seperti pepatah buah jatuh tak jauh dari pohonnya, tentu saja
anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik jika pohon atau orang tua juga mau
tumbuh dan berkembang dengan baik.
Saya akui,
saya merasa tertampar lagi dan lagi *saya sering tertampar kalau membaca
biografi orang-orang yang memiliki komitmen dan aksi yang nyata*, sementara
saya yang memiliki latar belakang pendidikan psikologi saja belum punya aksi
nyata, Menulis tema ini membuat saya teringat dengan ucapan salah satu dosen yang
diam-diam menjadi favorit saya, “orang tuanya saja ‘bodoh’ kok pengen anaknya
pintar, ya susah”.
salam kenal mbk....tahu blog ini dari mbk rahmi,dulu pernah cerita kalo soaranya ada yg jurusan psikologi,,owh ternyata ini toh hehe...saya jg psikologi mbk ^^
BalasHapusSalam kenal juga mbak HM Zwan. Kuliah dimana dulu mbak?
BalasHapus