Dulu waktu Thifa, sepupunya Fatih main ke kudus,
saya dan keluarga besar melihat Thifa sangat ‘mbok-mboken’, lengket sekali
dengan mamanya. Sedikit-sedikit mama dan cari mama, jarang mau sama ayahnya.
Saya pikir Thifa seperti itu karena sehari-hari sama mamanya, jadi tidak mau
kalau diajak yang lain. Ternyata saya salah, Fatih pun ‘mbok-mboken’.
Saya bekerja dari jam 8 sampai jam 15.30 sampai di
rumah, sehari-hari selama saya tinggal kerja, Fatih dipercayakan diasuh eyang
kakung dan eyang putrinya. Awalnya saya takut kalau Fatih lebih nyaman
berdekatan dengan eyangnya daripada mamanya. Oleh karena itu, saya kekeuh untuk
memberikan asi, menyiapkan mpasi buatan rumah dan sedapat mungkin mengurus
Fatih sendiri sesampainya di rumah. Hasilnya, Fatih benar-benar lengket dengan
mamanya. Bila saya di rumah, dia jarang mau dipegang yang lain, bahkan oleh
ayahnya.
Apa sih sebenarnya yang membuat Fatih lengket dengan
saya?. Apakah karena saya yang mengandung dan melahirkannya?. Lengketnya Fatih
dengan saya dinamakan kelekatan atau istilah asingnya attachment. Mc. Cartney dan Dearing mengartikan kelekatan adalah
suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksi
dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua.
Seorang anak dikatakan lekat jika memiliki kelekatan fisik dengan seseorang,
menjadi cemas ketika berpisah dengan figur lekat dan menjadi gembira ketika
figure lekat kembali dan berorientasi terhadap figure lekat seperti berusaha
menarik perhatian.
Semua ciri-ciri diatas memang dimiliki Fatih
terhadap saya, kalau saya dirumah dia selalu ingin menempel, ketika saya tidak
nampak, dia akan mencari saya di setiap sudut rumah dan selalu mencoba menarik
perhatian. Ketika saya mencari informasi lebih jauh lagi tulisan Eka Ervika
dari Universitas Sumatera Utara Fakultas Kedokteran, ternyata masa kritis bayi
adalah dua jam pertama setelah dilahirkan. Hasil penelitian menunjukkan kontak
yang dilakukan ibu dengan bayi selama 30 menit setelah melahirkan memberikan mendasar
pada anak dan meningkatkan 50% perhatian ibu kepada anaknya. Mungkin inilah
yang menjadi dasar perlunya inisiasi menyusui dini (IMD) *sayangnya saya tidak
berhasil melakukannya setelah melahirkan Fatih..hiks..*
Pernah seorang teman mengingatkan agar saya lekatnya
Fatih tidak berubah menjadi ketergantungan. Eh, rupanya beda lho, antara kelekatan
dan ketergantungan. Bahkan kelekatan memberi manfaat. Kelekatan yang aman akan
membawa pengaruh positif bagi kompetensi sosialnya. Anak lebih mampu membina
hubungan persahabatan yang intens, interaksi yang harmonis, lebih responsif dan
tidak mendominasi. Kalau dipikir-pikir, Fatih juga memiliki keinginan mandiri,
diantaranya diia sering ingin makan sendiri, tidak mau disuapi dan memilih baju
yang ingin dikenakan.
Lantas apakah setiap ibu merupakan obyek lekat si
anak? Ternyata tidak, anak biasanya memilih figur yang lebih responsif terhadap
kondisi anak. Kalau ibunya cuek saja, dia mungkin akan lebih memilih ayahnya,
eyangnya atau bahkan pengasuhnya. Seyogyanya sih baik ayah atau ibunya harus responsif
terhadap anaknya, karena tugas mengasuh anak itu bukan hanya pada ibunya,
tetapi ayah juga berperan serta. Kalau urusan mengandung, melahirkan dan
menyusui memang sudah kodrat seorang ibu, tapi ganti popok, memandikan dan
menyuapi anak, bisa kan dikerjakan Ayah. Saya rasa dalam ajaran agama juga
berbagi tugas rumah tangga dianjurkan, Rosul aja mau menjahit pakaiannya
sendiri kok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mengunjungi blog ini. Saya senang menerima komentar yang baik dan membangun. Harap tidak meninggalkan link hidup.