Tulisan ini muncul dari pengalaman naik angkot bersama Fatih
kemarin sore. Jum’at sore, saya memang menjanjikan mengajak jalan-jalan setelah
mandi sore sambil menunggu ayah pulang kantor. Ternyata ayah ada pekerjaan
mendadak, sehingga perkiraan sampai rumah paling cepat pukul 16.30 WIB.
Nekat dan sudah terlanjur janji dengan Fatih, akhirnya saya
berinisiatif mengajak Fatih naik angkot ke kota, dekat kantor ayah, kemudian di
jemput motor oleh ayah.
Di tengah perjalanan, naiklah seorang bapak dengan rokok di
tangan. Duh, ini yang bikin saya sebal, merokok di ruang publik dan mengambil
hak orang lain yang ingin menghirup udara bersih. Di dalam angkot, selain saya
dan Fatih, ada seorng pria, ibu dan anak perempuan usia belasan tahun.
(gambar search di google)
Melihat rokok di tangan si bapak, saya melototi aja tu
rokok. Saya juga memeluk Fatih lebih erat sambil sesekali menutup hidung Fatih,
sebagai upaya agar asap dan bau rokok tidak tercium dan masuk ke pernafasan.
Saat itu saya memang tidak menegur si bapak, selain karena
jarak perjalanan juga singkat, berharap si bapak paham dengan bahasa tubuh yang
saya tampilkan. Awalnya memang tak mengepulkan asap, tapi setelah mendapat tempat duduk di pinggir si
bapak berani mengepulkan asap. Mbok yo asapnya gak sah dibagi-bagi, TELAN saja
sendiri.
Saya masih tidak bisa memahami perilaku merokok yang
dilakukan para ayah. Okelah, kalau mereka sudah tidak perduli lagi dengan
kondisi kesehatan mereka sendiri, tapi jangan keluarga yang dibawa donk.
Di rumah makan, di dalam transportasi publik dan di rumah
mereka sendiri, saya masih sering menjumpai seorang ayah merokok di dekat istri
dan anak-anaknya. Padahal bahaya asap rokok lebih besar pada perokok pasif.
Seyogyanya seorang suami dan ayah berperan sebagai pelindung bagi keluarga ayahnya. Bagaimana dengan ayah yang merokok dekat anaknya? Sudah tidak melindungi namun justru membahayakan kesehatan keluarga.
Seyogyanya seorang suami dan ayah berperan sebagai pelindung bagi keluarga ayahnya. Bagaimana dengan ayah yang merokok dekat anaknya? Sudah tidak melindungi namun justru membahayakan kesehatan keluarga.
Dulunya suami saya juga perokok, sebelum nikah sudah saya ‘tanting’
terlebih dahulu, menikah dengan saya berarti berpisah dengan rokok. Saya juga
menyampaikan efek negatifnya rokok, tidak hanya untuk dia sendiri, tapi juga
untuk saya sebagai istrinya dan calon anak-anak kami.
Alhamdulillah si Ayah paham, bahkan dia berani menegur seorang
bapak ketika saya tengah hamil dan terpapar oleh asap rokok yang dikebulkannya.
Saya memang tidak tahu bagaimana rasanya ketagihan rokok,
tapi sebagai manusia dewasa, marilah ayah untuk lebih memilih kebaikan untuk
kesehatan keluarga daripada memperturutkan ego merokok.
assalaamu'alaikum mak Rizka :)
BalasHapussaya juga sangat ga suka kalo ada orang merokok di depan saya / anak kecil / wanita hamil, GA SOPAN dan GA TAU DIRI.. apalagi saya terbilang yg ga kuat lama2 ngisep asep rokok, bisa sesak..
sedih ya mak, masih banyak orang yg seolah ga ngeh sama bahaya rokok, atau pura2 ga ngeh ya :(
Alhamdulillah Ayah saya bukan perokok, Mak. rumah selalu bebas asap rokok. Saya paling anti sama prokok di tempat umum yang seringnya gak tau diri. Bingung juga dengan cara berpikir mereka, padahal di iklan2 rokok jelas dikasih tahu "MEROKOK DAPAT MEMBUNUHMU", tapi tetep aja, coba aja ada mie instan yang dikasi warning begitu di iklannya, yakin gak akan ada yg mau beli. hehe
BalasHapussetuju mbak.. semoga para ayah tersadar ya akan bahayanya merokok ini, terutama bahaya untuk keluarganya...
BalasHapusalhamdulillah suami saya nggak ngerokok,alhamdulillah...
BalasHapussalam kenal mak^^
Alhamdulillah, ayah dan suamiku bukan perokok :D
BalasHapus