Cerita menyusui berlanjut lagi setelah tertunda beberapa
hari. Yup tepat di tanggal lahir saya, 20 Mei 2014 (siapa tahu ada yang mau
member bingkisan hihihi) ada berita duka di kantor. Rektor dan rekan kerja yang
dulu seunit, meninggal dunia. Saya dan teman-teman kantor agak syok juga,
karena sehari sebelumnya masih bertemu di kantor. Umur memang tak bisa ditebak,
semua milik-NYA.
Tapi tetap, alasan ceritanya belum ditulis, apalagi kalau
bukan malas *penyakit bawaan.
Langsung aja lah. Setelah keberhasilan menyusui Fatih secara
langsung, perjuangan saya untuk menyusui masih berlanjut. Ya iyalah, wong saya
bertekad menyusui Fatih hingga 2 tahun atau sampai berhasil disapih.
Saat itu hati saya senang bukan kepalang, berhasil
mengenyahkan sufor, meskipun masih terasa kaku ketika menyusui, apalagi untuk
payudara sebelah kanan, belum bisa sama sekali.
Saya bertekad, dalam seminggu sudah berhasil menyusui yang
sebelah kanan. Ternyata tekad menyusui dicoba juga dengan peristiwa growth spurt (GS) yang dialami Fatih.
sumber di sini
Apa sih GS? GS adalah
sebuah masa penting dalam tumbuh kembang bayi. Pertumbuhan bayi akan menjadi
lebih cepat dari biasanya. Selama masa GS, bayi akan lebih sering dan lebih
lama menyusu dari biasanya. Tidak jarang bayi juga akan menjadi sangat rewel
meski sudah disusui. Pola tidur juga dapat berubah, bisa jadi semalaman tidak
mau tidur karena ingin menyusu, sedangkan di siang hari, tidur menjadi lebih
lama.
Fatih dulu juga seperti itu. Setelah lepas sufor, sore hari
menjelang atau setelah magrib, dia tidur hingga jam 9-10 malam. Setelah itu
inginnya menyusu terus hingga jam 3-4 pagi. Setiap saya susui dan dia tertidur,
pelan-pelan mulutnya saya lepaskan dari puting, kemudian saya letakkan ke kasur
dengan sangat hati-hati. Eh, baru diletakkan kadang tidak sampai 5 menit, dia
sudah bangun dan menangis minta disusui lagi # hadeh.
Otomatis, saya terpaksa mengubah jam tidur. Rasanya sangat
berat. Kadang saya menyusui di tengah malam setengah jengkel, “Fatih, tidur ya
Nak, Mama juga capek pengen tidur” atau “ Fatih, maunya apa sih, dari tadi kan
sudah Mama susuin”. Nah kalau jengkelnya tingkat tinggi “Wes, karepmu lah. Mama
mau tidur” hihihi. Eits, tapi saya ga sampai banting atau melakukan kekerasan
ke Fatih kok.
Fatih sering mengalami GS dan rekor terlamanya sampai
seminggu. Setiap menjelang jam 9, saya merasa terteror, apakah GSnya Fatih di
periode ini sudah selesai atau belum. Konon bayi bisa mengalami GS pada usia
7-10 hari, 2-3 minggu, 4-6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan atau lebih bahkan
hingga remaja.
Seingat saya sih Fatih bisa dikatakan “monster” eh malaikat
ASI. Setiap matanya melek, pasti minta mimik. Sekali menyusu atau mimik bisa
berjam-jam. Saya sampai tidak punya waktu untuk kepentingan pribadi, makan,
minum, mandi di kejar-kejar tangisan Fatih yang minta disusui. Saat itu hampir
terpikirkan oleh saya untuk minta disuapi dan tayamum aja, biar Fatih bisa
segera disusui hihihi.
Nah, ibu-ibu, biasanya faktor GS ini, membuat ibu dan
keluarga berfikir bahwa ASI yang ada pada ibu tidak mencukupi kebutuhan bayi. Saya dulu juga sempat ditawari suami dan
keluarga, melihat kondisi saya yang letih dan kurang tidur. Tapi Alhamdulillah, saya yakin kalau ASI saya
cukup, karena frekuensi BAK lebih dari
6x dalam 24 jam. Kenaikan berat badan Fatih setiap bulannya juga saya pantau.
Kalau tidak salah ingat, antara usia 1-3 bulan kenaikannya 1 kg setiap
bulannya.
Periode setelah melahirkan ini, seorang ibu sangat butuh
dukungan keluarga terutama suaminya. Dukungan ini, sangat berperan dalam
kesuksesan menyusui. Suami saya, tidak memaksa saya untuk memberikan ASI secara
ekslusif. Namun dia mendukung keinginan saya untuk menyusui hingga 2 tahun
dengan tidak menyarankan untuk memberikan sufor. Ada lho, suami yang menyarankan
bahkan memaksa anaknya diberikan sufor, alasannya supaya anaknya terlihat besar
dan gemuk.
Dukungan juga diberikan Papa dan Ibu saya. Ibu saya membantu
memandikan dan menggantikan popok Fatih kalau saya benar-benar sudah lelah. Ibu
mertua pun mendukung, beliau tidak ‘merecoki’ saya dengan cara bagaimana saya
membesarkan Fatih. Bahkan kalau ada yang bertanya minumnya susu apa, ibu mertua
dengan bangga mengatakan kalau cucunya hanya diberi ASI.
O, ya saya ingat sekali, ada saudara sepupu dari suami yang
heran, “wah, dadanya kecil sekali kok air susunya banyak ya” komentarnya ketika
tahu bahwa Fatih hanya minum ASI. Jadi ukuran payudara sama sekali tidak
mempengaruhi produksi ASI, karena sifatnya kan supply on demand, artinya ASI akan semakin banyak diproduksi kalau
semakin banyak dihisap bayi.
Lain lagi, dengan komentar saudara sepupu yang lain dari
suami *hihihi, dari tadi kok saudara suami ya, “Wah, kuat ya nyusuin ga pakai
sufor” komentarnya.
“Lah memang kenapa mbak?”tanya saya dan ibu mertua.
“Kan nyusuin itu sakit” jelasnya.
Saya hanya tersenyum sambil batin, kalau sakit, pasti
perlekatannya tidak tepat dan saya malah lebih sakit lagi kalau Fatih menolak
disusui, berasa ditolak sebagai ibu.
Sumber : http://jatim.aimi-asi.org/berkenalan-dengan-growth-spurts/
kalau melihat ibu yang menyesui rasanya tuh pengin cepet jadi Ibu, selain melahirkan pengorbanan untuk ASI eksklusif itu perjuangan yang hebat ya, apalagi jika si ibu terkendala ASI yang susah keluar.
BalasHapusIya mbak. Bentar lagi saya akan berjuang melahirkan dan menyusui lagi. Semangat...
Hapus