Hore…akhirnya saya punya mood lagi untuk menulis cerita menyusui bagian akhir. Ini menurut
saya bagian paling panjang dan bagian terakhir yang sangat butuh keras kepala
dan konsisten. Baik itu proses menyusui dan memerah ASI dan juga proses
menuliskan ceritanya..hihihi.
Setelah proses kesulitan menyusui secara langsung, growth spurt akhirnya saya harus
menyiapkan ASI perah selama bekerja. Persiapannya tentu saja tidak dimulai
ketika masuk kerja. Jauh-jauh hari bahkan dua bulan menjelang cuti bersalin
habis.
Saat usia kehamilan trimester ketiga, saya
berkenalan dengan AIMI melalui penelusuran di dunia maya. Sepertinya takdir
membawa ke sana, cie lah. Berdasarkan informasi yang saya peroleh dari file
aimi dan postingan teman-teman anggota lain, sebelum melahirkan, saya sudah
memesan botol kaca sebanyak 20 botol. Saya juga membeli cooler bag dan 2 buah ice gel
untuk membawa asi perah selama bekerja atau berada di luar rumah.
Dua bulan sebelum cuti berakhir, saya sudah mulai
memerah di sela-sela waktu senggang saat Fatih tidur. Awalnya saya ingin
memulainya sesegera mungkin, tapi Fatih benar-benar tidak mau lepas dari ASI
dan saya juga masih berkutat dengan masalah menyusui secara langsung dan growth spurth Fatih. Saya sempat hopeless akankah saya berhasil menyusui
Fatih hingga dua tahun atau lebih?. Untung saja, beberapa teman anggota di AIMI
menyemangati dan khususnya teman saya di fesbuk, mbak Sekar memberikan dukungan
melalui pengalamannya menyusui selama bekerja.
Sumber klik di sini
Atas saran mbak Sekar, saya akhirnya mengalah untuk
menikmati saja dulu proses menyusui secara langsung yang tengah saya upayakan.
Saat saya sudah mulai menemukan ritme Fatih dalam menyusu, akhirnya saya
menemukan waktu senggang untuk memerah ASI dan melakukan manajeman memerah ASI.
Ini saya lakukan agar sebelum ditinggal bekerja sudah memiliki persediaan ASIP.
Saya berusaha disiplin dalam memerah ASI artinya
setiap hari di jam yang sama saya memerah ASI. Selama bekerja, saya memerah di
kantor 3X, kemudian istirahat siang saya pulang untuk menyusui secara langsung.
Di rumah, saya juga memerah ASI lho, setelah maghrib, menjelang tengah malam
dan sebelum subuh.
Dalam penyimpanan dan penyajian ASIP juga ada
manajemannya. Berdasarkan informasi yang saya peroleh dari file AIMI prinsip
dasar manajemen ASIP sebagai berikut :
- Semakin dingin suhu tempat penyimpanan, semakin lama juga ASIP dapat disimpan
- Hindari peningkatan suhu secara drastis
- ASIP hanya boleh menjalani satu kali pencairan dan satu kali penghangatan. Sehingga, ASIP beku yang sudah mencair tidak boleh dibekukan lagi, ASIP yang sudah dihangatkan tidak boleh dihangatkan lagi.
- Masukkan ke Freezer HANYA JIKA akan digunakan lebih dari 8 hari.
Biasanya
setelah memerah ASI, saya menyimpannya
dalam kulkas bawah selama 2 jam. Saya juga kadang menggabungkan hasil perahan
dengan yang sebelumnya. Hasil perahan kedua saya masukkan kulkas bawah selama
1-2 jam, setelah suhunya sama baru saya gabungkan, kemudian dimasukkan ke dalam
freezer. Hal ini saya lakukan karena
hasil perahan tidak cukup untuk sekali minum. Hasil perahan saya simpan dalam
satu botol kaca untuk sekali minum, untuk meminimalkan ASIP yang terbuang.
Untuk
penyajian ASIP, biasanya malam hari ASIP beku diturunkan ke kulkas bawah,
keesokan harinya baru di rendam dalam air hangat dengan suhu tidak boleh lebih
dari 40° C karena dapat merusak komposisi ASI. Setelah dihangatkan, ASIP segera
diminumkan, atau kalaupun belum sempat diminumkan boleh dimasukkan ke kulkas
dan hanya bertahan 4 jam. ASIP yang sudah diminumkan dan tidak habis harus dibuang.
Kedisiplinan
sangat dibutuhkan untuk mempertahankan produksi ASI agar tidak menurun.
Terkadang kelelahan dan kebosanan menghinggapi saya, sehingga seringkali
mempengaruhi produksi ASIP. Pernah suatu malam, saya absen memerah ASI.
Keesokan subuh saya menyusui belum ada masalah, namun ketika sampai di kantor
saat memerah ASI, saya merasakan payudara membengkak, padahal sudah diperah.
Payudara terasa sakit, mungkin akibat isi dibiarkan penuh terlalu lama di malam
hari dan tidak saya kosongkan dengan memerah.
Resiko
payudara yang penuh terlalu lama dan tidak dikosongkan, posisi dan pelekatan
kurang tepat dan menyebabkan aliran terhambat diantaranya milk blister, payudara membengkan dan mastitis. Saya pernah mengalami milk
blister dan payudara membengkak. Untunglah mampu saya tangani sendiri tanpa
perlu tindakan dari dokter.
Saya
juga pernah mengalami penurunan produksi ASI akibat kekurangdisiplinan dalam
memerah. Biasanya untuk meningkatkan hasil perahan dengan cara power pumping memerah selama 1 jam dan
mendisiplinkan waktu dalam memerah. Sebenarnya durasi memerah tidak lebih dari
15 menit berapa pun hasil yang kita dapatkan. Seiring waktu dengan kedisiplinan
produksi ASI akan meningkat, karena prinsipnya supply on demand. Semakin banyak permintaan, semakin banyak ASI
akan diproduksi.
Di
usia 8 bulan Fatih mulai ogah-ogahan minum ASIP yang telah dibekukan atau ASIP
beberapa hari yang lalu. Akhirnya saya terpaksa menjalani kejar tayang. Hari
ini saya perah, keesokan harinya paling lambat aya berikan. Siasat lainnya,
ASIP dingin saya berikan tanpa dihangatkan, karena Fatih lebih menyukai ASIP
dingin. Hal ini tidak masalah, selama dia tidak flu.
Semua
ilmu yang saya dapatkan dari AIMI dipraktekkan, hanya satu yang saya langgar,
yaitu media pemberian ASIP melalui dot. Resiko pemberian dot bisa menyebabkan bingung
putting. Namun kondisi membuat saya memilih menggunakan dot. Saya juga
deg-degan dengan resikonya, karena Fatih sempat menolak disusui langsung selama
9 hari dan memilih menyusui dari dot. Untunglah di usia 8 bulan dia menolak
menggunakan dot, sehingga saya mulai mengajari dengan menggunakan sedotan.
Hore, akhirnya saya berhasil pisah dengan dot.
Pengalaman
yang paling besar saya rasakan selama memerah ASI adalah keteguhan hati.
Lingkungan di rumah mendukung saya dalam memberikan ASI, suami membantu
mensterilkan botol-botol ASI, namun untuk memerah saya bertahan bangun di
tengah malam sendirian untuk memerah ASI di saat yang lain tertidur.
Lingkungan
kantor juga tidak ada yang memerah ASI, bahkan mereka mempertanyakan, sampai
berapa lama saya kuat untuk bertahan memerah ASI, Alhamdulillah, hingga usia
Fatih 1,5 tahun saya tetap rutin memerah meskipun di akhir mendekati 1,5 tahun
hanya memerah sekali.
Pengalaman
menyenangkan, saya tetap langsing meski makan porsi makan 2-3 kali lipat dari
teman yang lain. Mereka sampai heran, makanan yang saya makan kok bisa ga jadi
daging hihihi. Pengalaman yang lebih menyenangkan, saya mengirit pengeluaran
hingga puluhan juta rupiah selama 2 tahun ini. Uangnya bisa saya tabung untuk
membangun rumah hehehe.
Sekarang
saya sedang berusaha menyapih Fatih dengan cinta, dan hingga usianya 25 bulan
masih berhasil. Kapan-kapan kalau saya sudah berhasil, akan saya ceritakan
bagaimana prosesnya. Semoga cerita pengalaman saya bisa membantu ibu-ibu lain
di kehamilan pertama atau bahkan berikutnya yang masih kesulitan dalam
pemberian ASI. Salam ASI.