“Sakit Ma” tiba-tiba Fatih jongkok di tengah acara
jalan-jalan sore kami.
“Sakit apa Mas?Sebentar lagi sampai rumah kok” ujar saya
dengan wajah sedikit kuatir.
Sesampainya di rumah, kekuatiran saya ternyata masih
berlanjut. Fatih tetap menangis memegang perutnya, bahkan dia memanggil
ayahnya. Saya berusaha menghubungi HP ayah, sementara Fatih jongkok di depan
rumah sambil memegangi perut. Beberapa kali dihubungi Ayah tak jua mengangkat
telpon, sementara saya semakin bertambah panik karena suara tangisan Fatih
semakin keras.
Akhirnya Yangti menyusul ke depan dan menggendong Fatih agar
lebih tenang. Sementara saya bertambah panik melihat kondisi Fatih. Yangti dan
Yangkung mengusulkan untuk memanggil tukang pijat bayi.
Saya lalu berlari ke belakang rumah, memanggil mbak sepupu
yang rumahnya tepat di belakang rumah. Beberapa kali memanggil dan menghubungi
HPnya tak jua mbak saya keluar. Justru suaminya ke luar dan menanyakan
kepentingan saya. Saya menceritakan bahwa Fatih sakit perut dan saya memanggil
mbak sepupu untuk meminta nomor telpon tukang pijat bayi.
Ternyata mbak sepupu tidak berada di rumah dan suaminya
menjelaskan kalau menjelang magrib biasanya tukang pijat bayi tidak mau
dipanggil, kecuali kalau rumahnya langsung didatangi. Haduh, lemaslah saya,
bagaimana mau mendatangi tukang pijat, wong ayah belum balik dan Fatih menangis
menahan sakit. Saya pun akhirnya kembali masuk ke dalam rumah.
Di ruang tengah, saya melihat Fatih masih merengek dalam
gendongan Yangti. Ketika saya menawari untuk menggendongnya Fatih menolak.
Sepertinya dia sudah nyaman dengan posisi seperti itu dan perutnya akan terasa
sakit bila ia mengubah posisi.
Tak berapa lama, Ayah pulang. Saya kemudian menceritakan
kronologi kejadiannya. Sama seperti saya, saat Fatih ditawari digendong Ayah,
dia pun menolak. Posisi Yangti pun saat menggendong Fatih tidak berubah,
sedikit merubah posisi Fatih kembali merengek.
Duh, hati saya saat itu gak karuan. Kasian sekali melihat
Fatih dan teriris ditolak oleh Fatih. Saya kemudian berdiskusi dengan Ayah,
mencari tukang pijat atau membawa Fatih ke dokter. Saat Fatih tadi jongkok
kesakitan, saya sempat membuka celananya dan mendapati ada benjolan di dekat
selangkangan kanan.
Beberapa hari yang lalu Fatih juga mengeluh sakit perut,
akhirnya kami memutuskan membawa ke dokter untuk diperiksa. Saat mobil mau
dijalankan, eh Fatih malah bilang dah ga sakit, minta jalan-jalan dan ga mau
periksa ke dokter..weleh. Pertimbangan lain, mungkin Fatih kecapekan dan ada
uratnya yang salah, sehingga lebih baik dipijat. Seandainya di bawa ke dokter,
pasti dokter akan meminta menunggu perkembangan selanjutnya. Akhirnya diputuskan untuk mencari tukang pijat
dengan menghubungi istri dari sepupu.
Istri dari sepupu menjanjikan akan membawa tukang pijat ke
rumah selepas magrib. Saya pun mengiyakan karena tidak memiliki pilihan lain.
Singkat cerita selepas magrib Fatih dipijat. Pijatnya pun dilakukan setengah
memaksa dan dia menangis. Siasat lainnya, Fatih dipijat sambil mimik ke saya.
Bagaimana kondisi Fatih setelah dipijat? Setelah dipijat
Fatih tampak ceria, dia bahkan bernyanyi-nyanyi saat menjemput tante Dila dan
mengantar Yangkung rawat inap di rumah sakit untuk menjalani operasi hernia.
Tapi ternyata itu adalah kesalahan pertama saya. Kok bisa? Kelanjutannya akan
saya ceritakan di tulisan berikutnya.