Konon katanya silaturahmi bisa membuka pintu rejeki. Saya sangat mempercayai itu. Sejak kecil, saya sangat suka diajak pulang kampung. Entah itu di kampung tempat keluarga Papa, terlebih keluarga ibu saya.
Perjalanan selama pulang kampung pun cukup berat buat saya dan adik-adik yang masih kecil. Malah mungkin lebih berat untuk orang tua saya membawa tiga anak kecil pulang kampung. Ya, semasa kecil, saya dan keluarga tinggal di Bandung, sementara keluarga besar Papa berada di Kudus dan keluarga besar ibu berada di Rantau Prapat.
Perjalanan dari Bandung ke Kudus, sebuah kota kecil di Jawa Tengah memakan waktu sekitar 10 jam melalui jalur darat yaitu bus. Biasanya kami berangkat dari terminal menjelang Isya dan sampai Kudus selepas adzan Subuh. Hal yang terlebih memberatkan adalah hampir semua anak-anak, mabuk darat hihihi, jadi orang tua saya siap berbekal kantong plastik. Belum lagi kalau di tengah jalan, tiba-tiba saya atau adik-adik saya ingin BAB. Waduh, mana mungkin lah BAB di toilet bus, kalau BAK masih boleh. Alhasil, saya pernah BAB di pinggiran jalan, terlindungi semak-semak..ih.
Bagaimana dengan perjalanan ke Rantau Prapat? Wah yang ini lebih lama lagi. Terus terang, seumur hidup saya baru sekali pulang kampung ke Rantau Prapat, yaitu liburan kenaikan kelas 2 SMP. Dulu, transportasi masih sangat mahal, sementara uang ortu juga masih terbatas, klop lah. Akhirnya kami, Papa, Ibu, saya dan adik yang paling kecil, usia 3 tahun beserta sepupu pulang ke Rantau Prapat naik bus. Lamanya perjalanan kami tempuh selama 3 hari 3 malam di BUS NON AC. Bisa dibayangkan, betapa bosen, pegal dan teposnya bokong saya. Apalagi di tengah jalan, bus mengambil penumpang yang duduk di bangku kayu, sebagai bangku tambahan.
Selama perjalanan, saya meminimalkan asupan makanan, kuatir kalau justru membuat mual dan muntah. Jalanan di daerah pulau Sumatra yang berkelok-kelok dan naik turun menambah perut saya serasa diuntir-untir. Alhamdulillah tiba di Rantau Prapat, Sumatra Utara dalam keadaan sehat. Balik lagi ke Jawa tetap naik bus, cuma agak mending lah, pilih bus DAMRI PATAS AC dengan tempat duduk yang lebih luas.
Sungguh tidak mudah perjalanan kami untuk bersilaturahmi. Tapi kami semua senang, bisa berkumpul bersama keluarga setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Kesenangan saya akan silaturahmi bertambah lagi ketika tiba saatnya pulang, banyak yang menyisipkan uang saku di tangan saya hihihi. Siapa sih anak-anak yang tidak suka kalau dikasih bude, tante dan uwaknya uang saku atau uang jajan.
Sesampainya di rumah, uang saya masukkan ke celengan. Pernah lho, saya dapat uang 300 ribu rupiah pada tahun 1994. Selain dapat uang saku, terkadang kami bisa mendapatkan baju lebaran dan atau mainan baru. Wuih, benar-benar membawa rejeki.
Pengalaman mendapatkan rejeki sebagai akibat silaturahmi, tidak hanya di masa kecil. Waktu saya sudah bekerja, saya dan adik-adik berinisiatif untuk bersilaturahmi ke rumah salah seorang bude saat lebaran. Dan tara…kami diberi uang saku. Bayangkan, kalau adik-adik saya memang masih belum bekerja dan ada yang masih berstatus mahasiswa bahkan SMA, tapi saya kan sudah bekerja, dan tetap diberi amplop. Lumayan lah, rejeki ga boleh ditolak kan..hehehe..
Saat ini, saya sudah memiliki satu anak dan satu calon anak pun, silaturahmi tetap memberikan rejeki berupa uang saku buat anak saya. Berhubung, anak saya belum mengerti uang, jadi ya sementara dikelola emaknya. Dikelola buat
Tulisan ini disertakan dalam "GiveAway Indahnya Silaturahmi, Lavender Art" by Mbak Irowati.
(y)
BalasHapushasil muter2 lebaran kemarin fatih juga dapet hampir sejuta untuk ukuran bocah yang taunya eskrim, lumayan lah tar bisa buat beli sepedanya.
:D
Wah, rejekinya banyak juga ya. Fatih dapat setengahnya aja belum pernah.
Hapustahun kemarin dapet sangu juga pas silturahmi ke saudara dari nenek
BalasHapusSaya semenjak nikah dah ga pernah dapat sangu mbak
HapusWow, kalimat terakhir sepertinya hasil virus Mak Irits ya hehehe... just kidding mba ;)
BalasHapusSilaturahmi memang selalu membawa berkah. Setuju bingiiittsss...
Ssstt Mak Uniek, saya kasih tau ya rahasia mak Irits. Sebenarnya, itu satu keturunan gitu semua, artinya orang tuanya Mak Irits lah yang bertanggungjawab atas virus itu hihihi..
Hapusitulah mbak seninya mudik, seru perjalananan seru juga capeknya, tapi terbayar semuanya dengan bertemu saudara2 di kampung halaman, dan angpau tentunya hehehe
BalasHapusIya mbak, setelah menikah malah ga pernah mudik. Saya ma suami satu daerah, mydik paling jauh setengah jam hehehe.. Jadi kangen mudik
HapusKeluarga suami juga dari kudus mak. di desa Tenggeles kecamatan mejobo...:)
BalasHapusWah itu deket banget mak, sama rumah ortu saya. Paling 10~15 menit dah sampai. Kapan2 kopdar yuk Mak.
BalasHapusJadi pekerjaan tahunan nih, hehehe.
BalasHapusPengennya sih tiap silaturahmi dapat uang saku, tapi yang ngasih cuma setahun sekali..hihihi..
Hapus10 jam sj sdh lama, apalagi 3 hari 3 malam mak...wahhh bener2 berasa nih teposnya... tapi demi terjalinnya tali silaturaahmi insyaallah terbalas semua dg indah ya ..
BalasHapusTerimakasih sdh berbagi cerita untuk meramaikan GAa saya makkkk...
Iya Mak, rekor perjalanan terlama. Ga2 lagi deh, kalau ada uang mending naik pesawat, kalau belum punya uang nyelengin dulu lah.
Hapus