Ada yang pernah Kuliah Kerja Lapangan(KKL)? Hampir semua
yang pasti menjawab pernah. Jaman saya SMP, pas libur kenaikan kelas 3, saya
KKL atau disebut karya wisata ke Jakarta. Seingat saya dulu nginap semalam di
daerah TMII. Lokasi wisatanya di Monas, Dufan dan TMII.
Jaman SMA agak lebih jauh lagi, ke Bali. Lokasi kunjungan
seingat saya ke Tanah Lot, Kuta, Sangeh, Bedugul dan masih ada beberapa tempat
lagi. Pas kuliah S1 malah tidak ada KKL, kuliah S2 ada KKL ke Surabaya dan
Bali, tapi saya absen, wes bosen ke Bali..hehehe.. orang tua saya kan pernah
tinggal di Bali.
Semua acara karya wisata atau KKL yang saya ikuti ditangani
oleh agen tour dan travel, jadi pendamping, yaitu guru atau dosen tinggal duduk
manis selama perjalanan. Malah pas SMA ada guidenya yang bisa
dikecengin..hehehe..Bagaimana kalau ditangani sendiri tanpa agen tour dan
travel? Capek deh…Iya capeknya tiga kali lipat, tapi seru juga lho.
Nah, ditempat saya bekerja, pada tahun 2005 hingga 2010. KKL
kami tangani sendiri. Mulai dari mencari lokasi KKL, masalah transportasi,
konsumsi dan akomodasi hingga membuat anggaran biaya KKL. Kok ditangani
sendiri? Ngirit ya. Itu memang menjadi salah satu poin, karena kita bisa
menentukan sendiri harga yang kita mau, meski istilah ada harga ada rupa tetap
berlaku.
Alasan utamanya, agak memalukan, karena jumlah mahasiswa
yang ikut KKL cuma sedikit, paling sekitar 30an. Prinsip utama memakai tour dan
travel, semakin banyak peserta KKL maka jatuhnya harga tiap orang menjadi lebih
murah, karena ditanggung banyak orang. Kalau jumlah peserta KKL sedikit ya
jatuhnya semakin mahal.
Tahun 2008, saya kebagian jatah jadi ketua panitia KKL.
Lokasi KKL sudah ditentukan seputar Jawa Timur. Mulai dari membuat anggaran,
mencari lokasi yang akan dikunjungi, penginapan hingga surat menyurat saya tangani
sendiri. Ada sih yang membantu, sebatas pimpinan yang mengarahkan serta staf TU
yang membantu masalah transportasi dan konsumsi.
Waktu itu berdasarkan arahan dari sekretaris fakultas,
lokasi kunjungan diantaranya RSJ Malang, Bromo dan terakhir Dolly Surabaya. Untunglah
ada si Mbah yang membantu saya. Mbah Google, jadi saya googling informasi
mengenai RSJ Malang, Bromo dan LSM yang yang konsen di Dolly.
Langkah awal saya mencari PO bis yang akan disewa dengan
bantuan staf TU. Kalau tidak salah dulu sewa seharinya hampir dua juta.
Selanjutnya saya mencari informasi nomor kontak yang dihubungi. Setelah mendapatkan
nomor kontak, saya menghubungi RSJ Malang dan menanyakan prosedur dan biaya
administrasi untuk berkunjung ke sana sekalian minta dipesankan makan siang
nasi dus.
Lokasi menginap diputuskan di Bromo. Anggaran yang terbatas
membuat saya memutuskan untuk mencari informasi dengan kata kunci penginapan
murah di Bromo. Dapatlah saya nomor kontak orang yang menyewakan rumah di sana.
Seingat saya semalam 250 ribu rupiah dan bisa ditempati 10 hingga 15 orang.
Murah kan, tapi jangan dibayangkan fasilitas hotel ya, tidurnya bak dendeng.
Satu kasur ditempati 3-4 orang, ada juga yang tidur di sofa. Tidur berdempatan
seperti itu ada untungnya, bikin badan hangat. Wong di Bromo dinginnya ga
juamak *keluar logat entah dari mana.
Kesulitan saya temui ketika harus mencari LSM di Dolly. Gak
mungkin kan kita kunjungan ke Dolly begitu saja, entar dikira pelanggan. Fungsi
LSM juga sebagai narasumber yang lebih paham tentang kondisi Dolly dan isi di dalamnya.
Setelah perjuangan yang cukup berat, mencari perijinan ke dinas terkait yang
tak kunjung turun, akhirnya mendapat kontak pengurus LSM di sana.
Persiapan sudah beres, puncaknya capek ya saat pelaksanaan
KKL. Kami berangkat jam 9 malam. Sesampai di RSJ saya duluan yang turun dan
menyelesaikan administrasi. Selanjutnya perjalanan di teruskan ke Bromo.
Sebelum tiba di Bromo, saya sudah menghubungi orang di sana yang mau menyewakan
rumahnya. Saya dibantu sewa dua colt menuju lokasi Bromo. Bis besar hanya
sampai di terminal, selanjutnya menuju kawasan Bromo, kami naik colt.
Kami tiba di penginapan menjelang magrib, atas saran
pimpinan, kami menyewa guide untuk melihat matahari terbit di puncak Bromo.
Sewa guide dulu sih 80 ribu, ada juga sewa kuda dan mobil menuju puncak, tapi
ongkosnya jelas lebih mahal. Jam 2 dinihari kami sudah dijemput guide penduduk
lokal. Bbbrrr, dinginnya bukan main, untunglah pas tidur cukup hangat, bukan
karena tidurnya bak dendeng, tapi saya bawa sleeping bag..hehehe..
Setelah perjuangan yang cukup berat. Udara dingin yang membuat
badan sampai sakit, kondisi yang gelap gulita dengan berbekal senter sampailah
kami di puncak Bromo sebelum matahari terbit. Saya kemudian menyempatkan sholat
subuh di tengah perjalanan menaiki tangga. Perjalanan pulang menuju penginapan.
Kami sempat berfoto dengan bule *weleh kayak ga pernah ketemu bule.
Usai puas di Bromo, perjalanan dilanjutkan ke Dolly. Kami
sempat muter-muter mencari alamat LSM. Maklumlah bukan orang Surabaya.
Selepas magrib, kami baru diantar mengunjungi Dolly dan Jarak. Beberapa
mahasiswa kemudian menyewa PSK di sana untuk diwawancarai.
Acara di Dolly sudah selesai, tibalah saatnya pulang.
Sebelumnya kami sempat antarkan mahasiswa ke Mall untuk berbelanja. Kudus sih
punya Mall, tapi pesona belanja di luar kota tetap menarik bagi mereka.
Kami tiba di Kudus keesokan pagi, dengan badan yang
cuapeknya luar biasa. Seru kan, dan sesampai di rumah saya lanjut tidur lagi.
seru banget, jadi inget pas saya diculik dan mendadak diajak ke brmo hehehe
BalasHapusMana ceritanya Mbak?ditulis diblog kah?
HapusPengen ke bromo ka belum kesampaian.. Xixi...
BalasHapusMari dirancang..:)
HapusSeru ya.....
BalasHapusDi Bromo dingin kayak apa sampai bawa sleeping bag ?????
^_^
Dingin banget Mak, kalau ga salah 6 derajat celcius
Hapussaya belum kesampaian kesana -,-
BalasHapusAyo direncanakan Mak. Kalau mau simpel sekarang banyak agen tour yang menyelenggarakn wisata ke bromo
Hapuspengeen tapi ngga tqahan dingiin..*tipe anak pantai, tsaaah...hihihi
BalasHapus