Alhamdulillah, ini adalah tulisan kedua yang dimuat di media cetak. Jarak antara mengirim dan dimuatnya tulisan hampir 5 bulan *lama bener ya. Jadi buat teman-teman yang tulisannya tak kunjung ada kabarnya, sabar saja ya. Mungkin memang daftar tunggunya yang panjang.
Bagi yang berminat mengirimkan tulisan, silakan kirim ke leisure@rol.republika.co.id. Naskah sekitar 2500 karakter. Jangan lupa sertakan foto diri beserta anak yang diceritakan. Pixel fotonya yang bagus ya, biar gambarnya tidak pecah. Di akhir tulisan disertakan nama, alamat, nomor telepon dan nomor rekening, O, ya jangan berharap dikabari bila tulisan dimuat. Monggo, ini versi aslinya.
“Itu
namanya kereta api mas” jelas saya kepada Fatih sambil menunjuk tayangan kereta
api di salah satu TV swasta.
Itulah perkenalan pertama Fatih, anak sulung saya dengan kereta api di usia menjelang 1,5 tahun. Responnya saat itu hanya mengangguk, namun rupanya di sore hari, dia kembali menanyakan kereta api yang lebih sering dia sebut dengan ‘tutut’.
Itulah perkenalan pertama Fatih, anak sulung saya dengan kereta api di usia menjelang 1,5 tahun. Responnya saat itu hanya mengangguk, namun rupanya di sore hari, dia kembali menanyakan kereta api yang lebih sering dia sebut dengan ‘tutut’.
Rengekan
Fatih menanyakan kereta api terus berulang sehingga saya dan ayahnya mencari
video tentang kereta api. Video ini kemudian diputar di laptop suami atau netbook saya di sore hari. Tak lama
kemudian ayahnya berinisiatif membelikan mainan kereta api yang menggunakan
baterai dan berjalan di atas rel.
“Ndak,
ndak” itulah respon pertama Fatih dengan hadiah kereta api dari ayahnya.
“Gak
apa-apa sayang, kan keretanya di rel. Gak akan nabrak Fatih” jawab saya.
Fatih
memang takut dengan benda yang bisa bergerak sendiri. Awalnya dia hanya berani
melihat kereta api dari jauh. Kami pun selalu memompa keberaniannya dengan
pelan-pelan, hingga akhirnya dia mau mendekati mainannya bahkan ikut memasang
keretanya.
Ketertarikan
dengan kereta api tidak hanya melalui mainan, Fatih juga tertarik dan
diperkenalkan kereta api melalui buku ensiklopedia dan buku dengan gambar tempel
atau sticker. Saya memang sengaja
memanfaatkan ketertarikannya dengan kereta api untuk memperkenalkan buku dan
aktifitas menempel.
“Ini
tutut apa Ma?” tanya Fatih sambil menunjuk gambar kereta api yang mengeluarkan
asap di salah satu buku.
“Ini
yang mengeluarkan asap, namanya kereta uap Nak. Kalau yang ini kereta listrik
dan yang ini kereta cepat” jawab saya menjelaskan satu persatu gambar kereta
api lain.
Fatih
juga belajar bagian-bagian dari kereta api, seperti rel, roda dan masinis yang
mengemudikan kereta api. Seringkali gambar atau tayangan kereta api yang
dilihat menampilkan gambar-gambar lain, misal sapi, rumah, pohon, laut, terowongan
dan sebagainya sehingga menambah wawasan yang lain. Ia juga mulai belajar
mengenal warna melalui warna gerbong kereta.
Bermain
kereta api juga mengembangkan kreatifitas Fatih. Tidak hanya belajar memasang
rel dan kereta api, Fatih juga belajar membuat terowongan dengan media lego.
Semula dia hanya bisa melepas lego, kemudian berkembang dengan bisa memasangkan
lego meski masih dibimbing oleh ayahnya.
Setiap
perjalanan ke luar rumah, Fatih sering bertanya tentang kereta api. Dia ingin
melihat kereta api secara langsung. Akhirnya kami pun mengejar kereta api di
beberapa perjalanan ke luar rumah. Kami pernah mendatangi pabrik gula rendeng
dekat dengan rumah kami. Di sana Fatih melihat kepala kereta yang biasanya
digunakan untuk membawa tebu ke pabrik.
Di
Semarang kami berupaya mendatangi stasiun, namun urung karena untuk masuk ke
stasiun melihat kereta harus memiliki karcis kereta. Alhamdulillah keinginan
melihat kereta di stasiun terbayar ketika perjalanan ke Grobogan, meski hanya
melihat kereta barang.
“Ma,
naik kereta ini Ma” ujar Fatih yang kini berusia 28 bulan setiap kali melihat
gambar atau video kereta api.
“Iya
sayang, kereta ini adanya di luar negeri. Fatih jadi anak pintar dulu ya, biar
bisa ke luar negeri dan naik kereta ini. Jangan lupa, kalau sudah di luar
negeri ajak Mama ya” jawab saya sekaligus sebagai doa.
Ammmiinnnn, kalo udah besar nanti Mas Fatih nyoba bullet train yah, pasti seneng deh hilir mudik dengan kecepatan super.
BalasHapusAamiin..
HapusAamiin...
BalasHapusBerarti kuncinya sabar dan ga patah semangat buat nulis ya Mak. Tfs ^_^
Betul Mak :)
HapusMirip anakku waktu dia masih kecil dulu. Sampe koleksi kereta api thomas segala dia.
BalasHapusMungkin anak laki-laki banyak yang suka kereta ya Mbak Ade :)
Hapusfatih suka naik kereta ya.. btw selamat mbak, tulisannya dimuat di republika :)
BalasHapusMakasih Mbak :)
HapusBagus mbak tulisannya,semakin tertarik dgn tulis menulis :)
BalasHapusMakasih mas :)
Hapus