Rasanya kontras ya, cinta tapi keras kepala. Tapi memang
itulah 2 kunci saya dalam proses menyusui hingga menyapih.
Niat Menyusui = Cinta
Niat saya menyusui duo F karena saya mencintai mereka
berdua. Cinta yang langsung tumbuh, saat pertama melihat Fatih. Cinta pula yang
mendorong saya untuk menyusui Fatih hingga 2 tahun.
Begitu pula ketika Fattah mewarnai kehidupan saya lagi. Saya
pikir, bisakah saya membagi 2 cinta? Namun nyatanya, cinta itu hadir lagi.
Tanpa mengurangi cinta saya terhadap Fatih. Cinta itulah yang mendorong saya
juga untuk menyusui Fattah hingga 2 tahun
Keras Kepala Selama Menyusui
Perjalanan cinta itulah yang tidak selalu mulus. Perjalanan
menyusui sering membutuhkan keras kepala. Dua kali melahirkan, dua kali pula
sesar. Saya tidak tahu proses melahirkan normal. Ketika selesai melahirkan
sesar, butuh proses untuk pemulihan.
Usai melahirkan Fattah, saya baru boleh makan dan minum
setelah mengeluarkan angin lewat belakang alias kentut. Itupun, saya baru boleh
minum susu. Padahal sebelum melahirkan saya belum sempat sarapan dengan
kenyang. Hanya beberapa kunyahan roti yang akhirnya saya hentikan karena
persiapan sesar.
Segelas susu di jam makan, tentu tidak cukup bagi ibu
menyusui seperti saya. Saat menyusui, porsi makan saya berlipat ganda. Di hari
pertama, saya belum boleh duduk. Di hari kedua, belum boleh turun dari tempat
tidur. Di tambah jahitan di perut, rasanya luar biasa. Terlebih sesar yang
kedua, saya jalan terbungkuk-bungkuk hingga seminggu.
Dalam kondisi yang seperti itu, saya memilih untuk rawat
gabung agar bisa ASI Ekslusif. Itulah, salah satu hal yang saya sebut keras
kepala. Kondisi usai melahirkan seperti itu membutuhkan keras kepala. Apapun kondisinya, saya tetap harus menyusui.
Meski harus meringis menahan bekas jahitan. Atau menahan batuk yang menyerang
pasca melahirkan.
Keras kepala juga dibutuhkan saat mendengar ucapan simpati
dari perawat, “Sakit ya Bu?”.
“Ya lumayan Mbak, emang kenapa?” tanya saya.
“Gak apa-apa bu. Maksud saya kalau sakit, adiknya di ruangan
perawat saja. Biar ibu bisa istirahat” jelas perawatnya.
Keras kepala juga dibutuhkan usai cuti melahirkan habis.
Perjuangan memerah ASI di kantor tidak lah mudah. Konsisten dengan jadwal,
kunci dalam menjaga produksi ASI. Padahal mungkin pekerjaan kantor banyak.
Selain itu juga harus menguatkan diri saat menjadi orang pertama yang
memutuskan untuk memerah di kantor.
Menyapih dengan Cinta dan Keras Kepala
Memulai dengan cinta dan mengakhiri dengan cinta. Itulah,
alasan saya memilih menyapih dengan cinta. Menyapih dengan cinta adalah proses
penyapihan dengan memberikan pengertian kepada anak bahwa dia sudah besar dan
tidak membutuhkan mimik lagi (istilah saya).
Menyapih dengan cinta tidak menggunakan media untuk
mengolesi payudara dengan zat pahit, obat merah atau bawang seperti yang pernah
dilakukan ibu saya. Tentunya menyapih dengan cinta butuh kesiapan dari
keluarga, terutama ibu dan anak.
Tidak seperti Fatih yang sudah saya sosialiasikan di usia
1,5 tahun bahwa Fatih saat 2 tahun sudah tidak mimik lagi, sudah besar, sudah
minum dari air di gelas. Fattah memulai proses komunikasi di usia menjelang 2
tahun.
Di usia 8 bulan Fattah sempat mengalami bingung putting,
karenanya saya segera membuang dotnya dan mulai bonding lagi. Hingga di usia
1,5 tahun saya masih belum siap untuk mulai menyapih Fattah.
Baca : Bingung Putting
Itu Nyata
Selain itu, cara menyusui Fattah berbeda dengan Fatih. Saya
selalu menyusui Fattah dengan duduk. Dia tidak mau disusui sambil tidur. Puas
menyusui, Fattah langsung melepas payudara dan mengambil posisi tidur sendiri.
Berbeda dengan Fatih yang setiap mau tidur harus mimik hingga dia tertidur.
Situasinya juga berbeda. Saat usia Fatih 20 bulan saya
positif hamil, makanya saya lebih intens dalam menyapih Fatih. Sedang Fattah
tidak dikejar apapun, hingga saya ingin lebih lama berdekatan dengannya.
Keras kepalanya di mana? Keras kepalanya ya tetap menyapih
dengan cinta meskipun ada orang yang menyarankan harus segera disapih karena
usianya sudah 2 tahun.
Saya bukan tidak berniat menyapih Fattah. Hanya saja, saya
memilih cara yang perlahan, menunggu kesiapan Fattah.
Di jelang usia 2 tahun saja, Fattah masih mimik di mana
saja. Tidak hanya di ruang keluarga, di dalam mobil pun dia masih minta mimik.
Berbeda dengan Fatih yang jelang usia 2 tahun hanya mimik di kamar.
Cara perlahan saya sama dengan saat menyapih Fatih.
Menetapkan hanya kamar sebagai tempat mimik. Membatasi durasi mimik dan
berusaha mengalihkan perhatian dari mimik
Akhirnya di usia 2 tahun 3 bulan 12 hari, Fattah tidak mau
lagi mimik. Pengalaman menyapih Fatih, membuat saya lebih santai menyapih
Fattah. Saya yakin, saatnya dia siap, Fattah akan melepas aktifitas mimiknya.
O, ya kadang-kadang dia masih minta mimik. Biasanya saya
alihkan dulu, kalau tidak berhasil saya tantang. Setelah ditunjukkan akhirnya
dia hanya meringis saja. Tidak mau mencoba mimik lagi. Mungkin itu proses
Fattah untuk berpisah dengan mimik.
Ah, akhirnya tunai sudah tugas saya sebagai ibu untuk
menyusui duo F. Semoga jadi ladang amal dan anak-anak tumbuh dengan sehat.
Aamiin.
Mbak Rizka tampilan blognya baru, makin endes tenan. Resik, apik.
BalasHapusSoal menyapih, Kak Ghifa sekarang 18 bulan. Sesekali aku ajak omong kalo ntar usia 2 th dah nggak boleh mimik. Kalau di sini misal mau nyapih pada ke orang pintar, Mbak. Moga ntar Kak Ghifa pintar kayak Kak Duo F. Nyapih sendiri tanpa embel2 ke mbah dukun.
Template anyar jooooo
BalasHapusHoreeeeee selaamat dah 2 taun lebih nyusui
Lulus s3. Semoga untuk raffa aku iso wwl ga kayak raffi tak kasih minyak kayu putih ben cepet :v krn wes g nyaman hamil
aamim... semoga ibadah menyusui 2 F menjadikan mereka anak sholeh..amiin
BalasHapusSalut dengan semangat menyusuinya, mba. Kalau aku menyapih secara alami aja, mba. Alhamdulillah lancar
BalasHapus