Usai thawaf pertama |
Berkunjung ke Baitullah pada bulan November tahun 2018, bukan menjadi resolusi atau target tahun 2018. Lah memang membuat resolusi di tahun 2018? Buat sih, tapi gak niat hahaha. Semenjak duo F lahir, ambisi saya sudah banyak menurun. Saya memilih hidup lebih mengalir. Bukan berarti tidak punya harapan atau tujuan. Ada, tapi tidak dituliskan atau ditargetkan.
Daftar haji menjadi
resolusi saya di akhir tahun 2018. Harapan saat membuka tabungan haji di
pertengahan tahun 2016, awal tahun 2018 sudah mampu daftar haji. Sayangnya
harapan belum terpenuhi. Jadilah saya mundurkan ke akhir tahun 2018.
Ternyata undangan ke
Baitullah datang tak diduga. Giliran untuk berangkat umroh dari Universitas
Muria Kudus tempat saya bekerja dimajukan. Berita terakhir, kemungkinan giliran
saya jatuh tahun 2019. Saya sudah bicarakan juga dengan suami, mau berangkat
sendiri atau suami juga ikut umroh. Termasuk pertimbangan meninggalkan duo F,
terutama Fattah yang masih belum mandiri.
Qodarulloh, penawaran
itu datang di pertengahan tahun 2018. Waktu untuk menjawab hanya diberikan 1
hari, karena formulir kesediaan mau diserahkan ke Yayasan. Saya pun kalang
kabut dibuatnya. Banyak hal yang menjadi pertimbangan sebelum memutuskan
bersedia.
Belum Daftar Haji Kok
Sudah Umroh?
Belum daftar haji
menjadi pertimbangan saya yang utama. Pikir saya, haji kan menjadi keutamaan.
Jika sudah mampu, maka hukum wajib dikenakan. Inginnya saya, dana umroh bisa
dialihkan buat daftar haji. Sayangnya Yayasan tidak memperkenankan.
Beberapa teman saya
pun belum menyatakan kesediaan untuk berangkat umroh, salah satu alasan karena
belum berangkat atau daftar haji. Mbak ipar juga memberikan saran agar uang
buat umroh suami dipakai daftar haji. Saat mencari biro umroh pun, ada salah
satu biro yang menanyakan terkait daftar haji.
Namun keraguan saya
dijawab oleh seorang teman, yang menurut saya lebih paham soal ilmu agama,
“Rosulullah dulu umroh sebanyak 4 kali, kemudian haji 1x yang disebut haji
wadha’ atau pertama dan terakhir kali”.
Keluarga saya pun
semua mendukung, “rejekinya mungkin baru umroh, siapa tahu besok ada rejeki
berangkat haji yang tidak disangka”, ujar Rahmi adik saya.
Ambil Miqot |
Menitipkan Duo F
Sejak duo F bayi,
mereka selalu dititipkan kepada orang tua saya. Ya, karena kami berdua bekerja,
terlebih suami saya dulu malah bekerja di luar kota. Meski kami berdua bekerja,
tidak menghalangi kedekatan hubungan kami, antara orang tua dan anak. Kalau
suami pergi ke luar kota, ada saya yang menemani tidur mereka. Begitu pula kalau
saya harus ke luar kota, ada suami yang menemani mereka tidur.
Nah, umroh ini kami
berangkat berdua, otomatis mereka harus dititipkan seharian penuh dan tidak
tidur bersama kami. Alhamdulillah, orang tua sudah menyatakan kesediaan dan
Rahmi juga bersedia kalau kami jadi berangkat di akhir tahun 2018. Pertimbangan
kami, mau berangkat saat libur sekolah.
Ijin Duo F
Sejak dulu, saya
membiasakan komunikasi dan memberikan kesempatan duo F untuk andil dalam setiap
keputusan yang menyangkut mereka berdua. Mulai dari urusan mainan, baju,
sekolah dan jalan-jalan.
Begitu pun dengan
rencana umroh. Setelah saya menyatakan bersedia berangkat, saya komunikasikan
dengan duo F. Awalnya Fatih berkeberatan, apalagi Fattah. Mereka inginnya juga
ikut kami umroh. Tapi pertimbangannya, kami di sana ibadah, anak-anak masih
kecil dan belum pernah naik pesawat. Apalagi berjam-jam. Kalau Fatih sih
mungkin mampu, karena passion dia memang jalan-jalan. Tapi Fattah masih sering
tantrum dan belum betah duduk berjam-jam.
Saya pun menyampaikan
bahwa kegiatan kami di sana ibadah serta seharian penuh perjalanan dengan
pesawat dan bis. Tidak ada tempat wisata untuk anak-anak dan tidak ada film
anak-anak di hotel. Penutup saya berikan kompensasi jika mereka mengijinkan
kami berangkat umroh. Ya seperti biasa, mainan. Alhamdulillah Fatih mengijinkan
dan diikuti Fattah setelah beberapa waktu untuk membujuknya.
Sekolah Fatih
Fatih pada dasarnya
sudah cukup mandiri mulai menyiapkan buku-buku pelajaran, mandi, mengenakan
pakaian hingga makan sudah dilakukan sendiri. Tapi urusan PR dan belajar masih
butuh bimbingan. Rencana awal kami berangkat saat libur sekolah, namun kami putuskan
untuk dimajukan. Biro umroh yang mengagendakan keberangkatan di bulan Desember
belum memberikan tanggal pasti dan banyak informasi yang minim.
Teman kantor malah mengajak
kami untuk umroh bersama mereka di bulan November. Padahal saat saya cek agenda
akademik Fatih, bulan November saat kami umroh, Fatih ada ujian pra semester.
Mau gak mau, saya harus berkonsultasi dengan guru kelas Fatih. Ustadzahnya
Fatih meyakinkan, bahwa Fatih sudah cukup mandiri dan mampu belajar sendiri
untuk ujian pra semester.
Rasanya juga lebih
nyaman jika bersama teman-teman. Selain, jika lebih lama berangkat malah lebih
lama tertunda. Semacam orang ingin liburan, tapi tidak segera dieksekusi, malah
akhirnya tidak terealisasi.
Alhamdulillah setelah
beberapa pertimbangan, kami yakin dan memantapkan untuk umroh di bulan November
2018. Saya pun berpikiran, jangan-jangan ini undangan ke Baitullah. Bagaimana
jika undangan dan kesempatan ini tidak datang kedua kalinya?. Bisa jadi program
umroh di kantor dihentikan karena berbagai hal atau umur dan kondisi saya dan
suami tidak memungkinkan untuk berangkat.
Maka dengan mengucap
Bismillahirrohmanirrohim, kami memenuhi undangan-MU ya ALLAH.
PS : Cerita selama di sana akan saya posting lain kali, berikut link liputan suami yang diposting di Net TV. Namanya wartawan, ada saja peluang.
Alhamdulillah ya Kong, aku padahal berkeinginan sebelum lahir sarah bisa Umroh, mumpung anak2 udah bisa ditinggal. Mudah2an disegerakan, dimampukan oleh Alloh.
BalasHapusAamiin Nyuk. Sudah kusebut namamu di sana, semoga adik2 disegerakan ke Baitullah, diberi kemudahan dan kelancaran rejeki.
Hapussemoga bisa kesamapain kesana tahun depan :)
BalasHapusAmin
HapusMudah mudahan di segerakan dan di mampukan bisa berangkat kesana amin.
BalasHapus