“Tidak ada seorang manusia pun yang lahir langsung pintar/pandai, semua butuh proses dan upaya untuk menjadi “mampu”.
“Mbak sih pandai bicara, jadi gampang saja jadi moderator atau pembicara di depan umum” ujar adik-adik tingkat usai saya memberi motivasi terkait pelatihan Training for Trainer.
Saya tersenyum menanggapi komentar mereka. “Lah dek, alah bisa karena biasa. Saya dulu juga gak ujug-ujug mampu public speaking seperti ini”.
IMPIAN SELAMA KULIAH : HARUS MAMPU BICARA
Setelah lulus SMA, saya menyadari, selama sekolah dan ikut kegiatan ekstra di sekolah, saya masih kurang percaya diri berbicara di depan orang banyak. Akibatnya saya inferior, tidak dikenal orang banyak dan menjadi orang “biasa” saja yang tidak terlihat.
Oleh karenanya, memasuki bangku kuliah S1, saya bertekad harus berani berbicara di muka umum dan punya skill “public speaking”.
LANGKAH PERTAMA : AKTIF BERTANYA DAN BERPENDAPAT DI DALAM KELAS
Saya kemudian membuat langkah kecil dulu untuk mengasah kepercayaan diri dan kemampuan berbicara di depan orang banyak.
Setiap hari, saya membuat target, harus bertanya atau berpendapat di satu kelas perkuliahan, meski mungkin pertanyaan itu terkesan biasa atau mungkin dianggap bodoh. Ya karena terkadang, saat mengurungkan pertanyaan, ternyata ada teman yang mengajukan pertanyaan yang sama. Berarti yang ada di benak saya, hanya ketakutan semata.
Pengalaman pertama saat mengajukan pertanyaan ke dosen, masih membekas di ingatan. Peristiwa itu terjadi di perkuliahan Psikologi Umum dengan dosen terfavorit pak Amrizal Rustam.
“Pak, tadi bapak menyampaikan, bahwa setiap jiwa rindu ingin kembali ke pemiliknya yaitu TUHAN yang menciptakan. Bagaimana dengan bunuh diri? Apakah itu sebagai bentuk kerinduan jiwa kembali kepada pemiliknya?”, tanya saya dengan suara terbata-bata, bergetar dan tangan yang nderedek.
Usai mengajukan pertanyaan pertama, pertanyaan selanjutnya, menyampaikan pendapat dan bahkan presentasi di depan kelas menjadi lebih mudah untuk dilakukan.
LANGKAH SELANJUTNYA : MENJADI MODERATOR ATAU MC DI KEGIATAN ORGANISASI
Selain kuliah, saya aktif mengikuti kegiatan di luar perkuliahan, seperti organisasi, kepanitiaan dan kegiatan yang diselenggarakan kampus atau dosen. Tibalah saya mendapat tugas pertama saya, menjadi moderator dalam satu sesi materi dengan pembicara kakak senior.
Beberapa hari sebelumnya, saya sudah bertanya ke kakak senior lain hal yang harus disampaikan moderator, mulai dari salam, pembukaan, membaca CV pembicara, membuka sesi pertanyaan hingga membuat kesimpulan yang kemudian dituliskan secara lengkap di atas kertas catatan.
Dua hari sebelumnya saya sudah simulasi dengan berbicara di depan kaca, mencoba mengingat rangkaian kata dan rundown acara hingga berusaha luwes saat berbicara.
Di hari H, saat mengucapkan salam, pembukaan, membaca CV hingga membuka sesi diskusi berjalan lancar. Tentunya dengan contekan kertas catatan yang di taruh dipangkuan dan terhalang meja. Eh, tak dinyana, saat memasuki sesi terakhir yaitu kesimpulan dan penutup, kertas catatan, jatuh di lantai. Duh, seketika muka saya memucat dan berakhir dengan grogi disertai tawa tertahan teman yang melihat kejadian itu.
Namun, kejadian itu tidak membuat saya kapok dan tetap menerima tugas sebagai moderator atau MC di berbagai acara kampus.
GABUNG DI TRAINER CLUB
Sejak semester 3, saya sudah tertarik untuk menjadi trainer. Makanya saat memasuki semester 6 ada kesempatan bergabung di KTC sebuah club training yang asal usul namanya masih menjadi perdebatan hingga sekarang, saya pun bergegas mengumpulkan CV dan lamaran.
KTC membuat kemampuan public speaking saya semakin terasah. Selain itu saya juga belajar menyiapkan materi yang sesuai dengan kebutuhan peserta. Beberapa kali ada permintaan dari teman-teman UKM di kampus untuk mengisi training. Tak hanya itu, saya juga diminta dosen untuk ikut membantu kegiatan family gathering di salah satu instansi.
TERSADAR KEBUTUHAN MENULIS
Semester 7, saya diminta untuk mengikuti salah satu pelatihan di organisasi yang mensyaratkan tulisan untuk keikutsertaannya. Saya panic dan kelabakan dengan syarat itu. Ya kemampuan menulis saya sekedar untuk membuat laporan tugas yang sudah ada formatnya. Apalagi ucapan kakak senior yang mengatakan beberapa tulisan yang masuk sebenarnya tidak memenuhi kriteria. Saya merasa tertampar dan sadar bahwa ada yang ketinggalan dipelajari.
Sayangnya di semester 7 saya sudah sibuk dengan kegiatan sebagai asisten pratikum, asisten biro dan trainer club, sehingga belum sempat untuk mengembangkan ketrampilan menulis. Kesempatan itu baru datang saat adik saya membuat blog dan bergabung dengan komunitas bloger.
Setelah penundaan selama beberapa tahun, di tahun 2013 saya
baru aktif ngeblog agar tidak gandjel. Gabung di komunitas bloger menjadi penyemangat untuk menulis. Salah satunya Gandjel Rel
Alhamdulillah dari menulis, saya dapat banyak pengalaman, ikut berbagai lomba blog meskipun hanya mendapat juara harapan atau menang giveaway. Tulisan juga ada yang dimuat di media cetak. Jadi public speaking dulu, menulis kemudian..
Terimakasih untuk artikelnya, nice your article
BalasHapus